Kedokteran Modern Ditinjau dari Filsafat Ilmu

 

 

Dunia kedokteran tidak bisa dipisahkan dari peradaban manusia dari masa ke masa. Tidak ada satupun manusia yang selama hidupnya sehat terus – menerus tanpa merasakan kesakitan.

 

Pada prinsipnya manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk memecahkan setiap masalah yang dihadapi. Berawal dari hal tersebut terciptalah sebuah mata air yang akan selalu memancarkan air terus – menerus tiada henti untuk memberikan kehidupan bagi setiap insan.

 

Filsafat menjadi satu – satunya disiplin ilmu yang paling kejam di muka bumi ini, dikarenakan segala sesuatu akan dijadikan sebagai objek kajian yang akan menimbulkan rasa keraguan untuk mengimani segala sesuatu termasuk eksistensi Sang Kholik. Sebagian orang yang hanya mendasarkan pemikiran hanya dari logika maupun rasionalitas semata akan mengatakan Allah tidak pernah ada.

 

Apapun aliran filsafat yang dianut oleh seorang filsuf, inti dari filsafat hanya memuat tiga sokoguru (pilar) utama. Pertama ontologi (berbeda dengan onkologi) yaitu teori hakikat yang selalu mempertanyakan eksistensi sebuah objek. Kedua epistemiologi yaitu cabang filsafat yang meneliti asal, struktur, metode – metode, dan kesahihan pengetahuan. Ketiga aksiologi yaitu suatu pendekatan untuk mengkaji sebuah ilmu pengetahuan dari segi kemanfaatannya. Dari ketiga poin tersebut dapat kita simpulkan bahwa berfikir secara filsafat adalah berfikir secara radikal yang mengandung arti berfikir sampai ke akar – akarnya (radix dalam bahasa Yunani berarti akar).

 

Ilmu pengobatan lahir dari pengalaman atau kejadian empirik yang menempel pada kehidupan setiap manusia. Tiap kali setiap individu menderita suatu penyakit secara otomatis pasti akan mencari tahu tentang metode penyembuhan untuk mengobati pengobatan tersebut. Pengalaman – pengalaman tersebut kemudian secara tidak disengaja akan digunakan oleh manusia untuk mengobati apabila penyakit tersebut muncul kembali.

 

Dalam perkembanganya pengalaman saja tidaklah cukup untuk meyakinkan manusia modern yang berfikir dengan landasan rasionalitas. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah bukti nyata yang tentunya bisa dibenarkan secara ilmiah. Bukti tersebut merupakan hasil penelitian ilmiah yang berasal dari studi klinik maupun epidemiologi yang selanjutnya dikenal dengan istilah Evidence Based Medicine (EBM).

 

EBM inilah yang selanjutnya membedakan seorang dokter dengan paranormal karena dokter bekerja sesuai dengan landasan rasio sedangkan paranormal bekerja dengan landasan olah batin yang sudah barang tentu hasil penegakan kesimpulan akan berbeda antara seorang paranormal yang satu dengan yang lain.

 

Permasalahan yang muncul tidak berhenti sampai di situ saja. Sering kali beberapa atau banyak penyakit memiliki tanda dan gejala serupa, kemudian muncullah kesimpulan sementara yang membandingkan antar satu penyakit dengan penyakit yang lain. Kesimpulan sementara tersebut kita kenal dengan istilah diagnosa banding dan memiliki lebih dari satu kesimpulan.

 

Masing – masing diagnosa banding memiliki probabilitas yang sama untuk ditegakkan menjadi diagnosa pasti. Serangkaian konsep ini akan membangun kerangka pemikiran seperti bangun ruang kerucut dan sering kali disebut pemikiran deduktif yaitu berfikir dari hal yang bersifat umum kemudian melakukan penapisan satu demi satu untuk mendapatkan satu hal yang bersifat khusus.

 

Satu kepastian yang muncul dilandaskan akan berbagai macam premis yang saling tumpang tindih. Premis yang muncul berupa diagnosa banding membentuk bangunan ketidakpastian yang memunculkan rasa skeptisme yang sangat tinggi. Rasa skeptis yang muncul akan terpuaskan manakala kepastian yang sudah pasti ditemukan. Singkat kata kepastian yang didapatkan didasarkan dari suatu ketidakpastian.

 

Jadi pada hakikatnya ilmu kedokteran modern adalah sebuah teori pasti yang muncul dari probabilitas yang bersifat Reasonable Medical Certainty. Tentunya dalam dunia medis modern kepastian tersebut haruslah sesuatu yang dilandaskan dari pemikiran yang masuk akal supaya segala pengetahuan maupun tindakan medis bisa dipertanggungjawabkan di kemudian hari sesuai prinsip aksiologi dalam filsafat.

Komentar Anda