Kenali Alergi Makanan, Tangani Secara Cepat dan Tepat

Muka merah

Makan dan minum menjadi kebutuhan manusia dalam kehidupan sehari – hari. Namun, apakah pernah terlintas di benak anda, makanan dan minuman yang diharapkan bermanfaat bagi kesehatan tubuh juga memiliki potensi merugikan atau bahkan mengancam jiwa manusia ? Racun ? Itu sudah pasti, tetapi ada satu hal yang perlu mendapat perhatian mengingat efek merugikan tersebut hanya dirasakan oleh individu dengan kondisi tertentu saja. Iya, hal tersebut adalah reaksi hipersensitivitas yang dipicu zat dalam makanan atau oleh masyarakat umum sering dinamakan alergi makanan.

Kapan munculnya alergi makanan?

Sebagian besar alergi makanan muncul ketika usia anak, kemudian menghilang saat usia 3 tahun, adapula yang muncul saat remaja, atau dewasa. Pada anak – anak reaksi alergi yang muncul seringkali melalui makanan yang berasal dari telur dan susu, menginjak usia remaja atau dewasa reaksi alergi muncul akibat adanya reaksi silang antara zat yang memicu alergi (alergen) yang terhirup melaui udara dan makanan. Cukup membingungkan bukan?

Ketika individu alergi terhadap zat tertentu dia juga bisa alergi terhadap zat yang lain juga, dalam hal ini orang yang memiliki alergi terhadap partikel dalam udara (aeroalergen) memiliki potensi untuk alergi terhadap makanan. Ada juga dimana individu alergi terhadap satu bahan makanan memiliki kecenderungan alergi dengan bahan makanan lain, seperti alergi susu sapi dan susu kambing, udang dan kepiting, bahkan alergi terhadap buah melon dan semangka, pisang, alpukat. Sayangnya, data penelitian yang membahas reaksi silang alergi makanan banyak dilakukan di negara luar yang notabene belum tentu makanan tersebut bisa ditemukan di Indonesia.

Mekanisme Alergi Makanan

Alergi makanan pada orang dewasa dapat merupakan reaksi yang memang terjadi pada masa kanak – kanak atau memang baru terjadi pada usia dewasa. Alergi makanan melibatkan suatu mekanisme antigen – antibodi yang sangat kompleks dalam tubuh manusia. Secara mudah, saat makanan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan akan diserap oleh organ usus untuk diedarkan ke seluruh tubuh sebagai pasokan nutrisi. Komponen protein dalam nutrisi dianggap sebagai benda asing (antigen) sehingga muncul perlawanan oleh zat antibodi untuk menetralisir zat asing tersebut. Supaya nutrisi bisa diedarkan ke seluruh tubuh dibutuhkan rem untuk menekan proses netralisasi sehingga tidak terjadi perlawanan. Pada kondisi normal reaksi tersebut ditekan sedemikian rupa sehingga nutrisi dapat dikirim ke organ tubuh yang membutuhkan. Mekanisme normal ini dinamakan toleransi atau hiposensitisasi.

Kebalikan nya jika reaksi penekanan tidak berjalan baik, memicu berbagai macam efek dan pada akhirnya menyebabkan berbagai macam keluhan, mulai dari yang ringan seperti kemerahan di muka, gatal disertai atau tidak disertai dengan kemerahan seperti biduran, bengkak di sekitar mulut atau mata, sampai keluhan sesak seperti asma, bahkan yang paling berbahaya bisa mengancam nyawa jika terjadi reaksi serius (anafilaktik). Pada perempuan dapat pula menyebabkan kontraksi uterus (rahim) yang cukup berbahaya jika sedang dalam keadaan hamil. Mungkinkah menyebabkan keguguran (abortus) atau lahir prematur? Butuh telaah jurnal ilmiah dan penelitian lebih lanjut.

Mekanisme ketidaknormalan tersebut dinamakan intoleransi atau hipersensitisasi (hipersensitivitas).

Apa yang harus dilakukan?

Anda sampai ke bagian terpenting dalam artikel ini. Setelah mengetahui secara ringkas mengenai penyebab dan mekanisme terbentuknya alergi tentu yang paling dibutuhkan adalah bagaimana kita mengatasi atau mencegah nya. Sepemahaman penulis selama ini, kondisi hipersensitivitas (alergi) memang sangat unik dengan beberapa alasan, di antaranya adalah hanya diidap oleh individu tertentu, kumpulan gejala cukup luas dari yang ringan sampai berat, identifikasi sumber alergi dalam kondisi tertentu cukup sulit, dan terakhir kambuh – kambuhan. Dalam keseharian orang dengan alergi makanan membutuhkan pemahaman yang cukup tentang alergi dan penanganannya dikarenakan memerlukan pemantauan dalam jangka panjang dan hanya diri sendiri dan orang terdekat yang mampu melakukannya, bukan tenaga kesehatan.

Hal pertama yang mesti dilakukan adalah mengidentifikasi sumber makanan yang menyebabkan alergi. Manusia yang merupakan pemakan segalanya (omnivora) memiliki menu makanan yang beraneka ragam, jadi cukup sulit untuk menentukan dari sumber makanan mana alergen berasal. Untuk menyiasati kita bisa mencari sumber alergen mulai dari daftar menu makanan sehari – hari yang sering menyebabkan alergi. Makanan yang sering menyebabkan alergi terangkum dalam tabel di bawah ini.

Daftar makanan penyebab alergi – Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UI

Selain makanan di atas, sering dijumpai makanan era modern mengandung penyedap rasa dan zat pewarna. Monosodium glutamate (MSG / vetsin / micin) dan pewarna makanan tartrazine teridentifikasi mampu memicu reaksi alergi. Be Aware ! bagi miciners yang memiliki riwayat alergi perlu jeli memilih cemilan, berusaha menghindari micin dengan melihat kandungan zat yang tertulis di bungkus makanan. Setelah sumber alergen teridentifikasi, langkah paling efektif tentu saja menghindari makanan yang mengandung zat alergen tersebut.

Ketika muncul keluhan kemerahan, gatal, biduran di wajah, lengan, paha, kaki cukup diberikan obat antihistamin yang bisa didapat di apotek terdekat. Penggunaan antihistamin menyesuaikan aktivitas sehari – hari pasien, jika merupakan pekerja bisa dipertimbangkan menggunakan golongan yang sedikit memberikan efek mengantuk seperti cetirizine atau loratadine. Pilihan lain yaitu chlorpeniramine maleat (CTM) bisa digunakan bagi pasien yang butuh istirahat karena efek mengantuk yang ditimbulkan. Tiga jenis obat tadi relatif mudah didapatkan di apotek manapun.

Pada kondisi alergi makanan yang menyebabkan pembengkakan area sekitar mata, mulut atau kondisi khusus seperti kehamilan, orang alergi dengan positif covid-19, jangan mengobati sendiri dan sangat dianjurkan untuk konsultasi ke dokter di fasilitas kesehatan.

Referensi

  1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI 2014 – Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
  2. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26022864/
  3. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4482820/
  4. https://www.jacionline.org/article/s0091-6749(01)63295-0/fulltext

Komentar Anda

%d bloggers like this: