Memimpin Indonesia, Membangun Kesehatan, Menuju Indonesia Emas 2045

Gambar diambil dari paparan Visi Indonesia 2045 – Bappenas

Tahun 2045 tepat satu abad Indonesia merdeka dari cengkeraman penjajah asing. Saat usia kemerdekaan Indonesia mencapai 100 tahun, pemerintah telah mencanangkan Visi Indonesia 2045 “Menjadi Negara yang Berdaulat, Maju, Adil, dan Makmur” melalui 4 pilar utama :

  1. Pembangunan Manusia dan Penguasaan IPTEK.
  2. Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan.
  3. Pemerataan Pembangunan.
  4. Pemantapan Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Pemerintahan.

Indonesia memiliki wilayah yang luas terbentang sepanjang garis khatulistiwa yang dihubungkan dengan selat dan lautan, serta memiliki populasi yang sangat banyak membuat pencapaian visi yang telah dicanangkan bukan menjadi hal yang mustahil. Peran sentral dari seorang pemimpin sangat diperlukan, di mana pucuk pimpinan dipegang oleh seorang Presiden yang memegang posisi sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara sekaligus.

Melihat piramida penduduk tahun 2019, Indonesia didominasi oleh kelompok usia muda dan produktif dibandingkan usia tua. Namun, dalam jangka waktu lebih dari 25 tahun yang akan datang piramida penduduk kita akan terbalik seperti di negara – negara maju dimana penduduk didominasi oleh populasi yang sudah menua dan memiliki masalah kesehatan yang kompleks. Dari sudut pandang itulah pembangunan kesehatan harus menjadi prioritas utama mengingat mempunyai efek ganda dalam menjawab tantangan 25 tahun yang akan datang dan mewujudkan “Indonesia Emas 2045”

Seandainya Saya Menjadi Presiden, Maka …………………………..

Tentu saja pertama kali yang dilakukan adalah melanjutkan estafet kepemimpinan presiden terdahulu yang telah membangun infrastruktur di periode pertama dan membangun sumber daya manusia di periode kedua kepemimpinan. Selanjutnya, menetapkan kesehatan masyarakat Indonesia menjadi program prioritas mengingat semua program pemerintah akan mencapai hasil gilang – gemilang jikalau warga Indonesia dalam kondisi yang sehat.

Problematika Kesehatan Indonesia

Secara garis besar masalah susahnya menjamin kesehatan warga negara Indonesia disebabkan oleh tiga hal yang mendasar, yaitu anggaran kesehatan yang minimalis, ketersediaan sarana prasarana yang tidak memadai, serta jumlah dan sebaran sumber daya kesehatan yang tidak merata.

Optimalisasi Anggaran Kesehatan

Dalam Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia (baca di sini), dikatakan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat menurut standar World Health Organization (WHO) diperlukan anggaran minimal 5% – 6% dari total APBN suatu negara. Sedangkan untuk mencapai derajat kesehatan yang ideal diperlukan anggaran 15%-20% dari APBN.

Rasio anggaran kesehatan Indonesia terhadap APBN (dalam %)
Sumber : Nota Keuangan Kemenkeu 2016 – 2020

Anggaran kesehatan Indonesia dalam 5 tahun terakhir stagnan di kisaran 5% – 5,2% sehingga hanya mampu menyelenggarakan layanan kesehatan secara minimal. Hal ini pun terkonfirmasi di mana sering kita jumpai berita bahwa jaminan kesehatan pemerintah yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan sering mengalami defisit anggaran dan menunggak pembayaran klaim di rumah sakit rekanan.

Dengan menaikkan porsi anggaran kesehatan menjadi 15% dari APBN yang menjadi standar WHO agar pelayanan kesehatan menjadi ideal setidaknya bisa menyelesaikan problem kesehatan dari sisi dukungan anggaran yang menjadi tanggung jawab pemerintah.

Sarana dan prasana kesehatan Indonesia

Sebaran puskesmas sangat tidak merata jika kita melihat dari gambar di atas, di mana kita lebih mudah menemukan puskesmas di DKI Jakarta jika dibandingkan Papua Barat. Rasio Puskesmas terhadap kecamatan pada tahun 2019 sebesar 1,4. Hal ini menggambarkan bahwa rasio ideal Puskesmas terhadap kecamatan yaitu minimal 1 Puskesmas di 1 kecamatan. Angka tersebut menggambarkan kemudahan masyarakat dalam mengakses sarana kesehatan primer. Papua Barat menduduki peringkat terbawah dengan rasio 0,28, sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa di Papua Barat belum tentu terdapat puskesmas di tiap kecamatannya. Belum lagi tanah Papua memiliki kontur alam berbukit – bukit dan fasilitias infrastruktur yang belum memadai, sehingga lebih menyulitkan masyarakat dalam mendapatkan akses layanan kesehatan.

Mengacu kepada standar WHO, maka kecukupan tempat tidur rumah sakit di suatu wilayah adalah 1 tempat tidur dibanding 1.000 penduduk (1:1.000). Terdapat 8 provinsi yang belum memenuhi standar tersebut, di antaranya Nusa Tenggara Barat (0,74), Nusa Tenggara Timur (0,83), Banten (0,87), Jawa Barat (0,87), Lampung (0,90), Sulawesi Barat (0,92), Kalimantan Tengah (0,94), dan Riau (0,98). Provinsi dengan rasio <1,0 akan menjadi prioritas dalam pembangunan infrastruktur rumah sakit. 

Ketersediaan Dokter yang Tidak Cukup dan Tidak Merata

Sumber : Lokadata

Ketersediaan dokter di semua pulau Nusantara tidak mencukupi, yang seharusnya 1 dokter menangani 1.000 penduduk (1:1.000). Selain dari rasio yang tidak merata nampak pula ketidak merataan jumlah dokter dimana di Pulau Jawa 1 dokter menangani 2.800 penduduk, sedangkan di Nusra 1 dokter menangani 5.200 penduduk. Dalam satu waktu yang bersamaan jumlah dokter harus ditingkatkan dan sebaran nya juga harus diperhatikan agar tidak terkonsentrasi di Pulau Jawa saja.

Pandemik Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)

Merebaknya virus corona menjadi peringatan keras, bahwa kita tidak bisa bermain – main dengan masalah kesehatan. Pandemi Covid-19 bisa dijadikan momentum tepat untuk memperbaiki sistem kesehatan yang ada di negara Indonesia.

Akumulasi kasus Covid-19 Nasional (diakses tanggal 28 November 2020).
Sumber : www.covid19.go.id

Peningkatan kasus Covid-19 yang belum menampakan tanda – tanda berakhirnya pandemik, memanggil peran generasi muda Indonesia untuk menjadi garda terdepan dalam menghentikan penyebaran Covid-19. Melalui pendayagunaan karang tuna dengan program Jogo Tonggo (menjaga tetangga), para pemuda bisa menjadi agen perubahan dengan membantu “isolasi mandiri” jika ada tetangga yang tekonfirmasi covid-19 dan menggalakan upaya 3M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak) dalam upaya memutus mata rantai penularan Covid-19.

Komentar Anda