Menentukan diagnosis klinis seringkali merupakan tantangan yang sulit di dunia kedokteran, terutama untuk menentukan terapi yang akan diberikan. Sebagai salah satu contoh adalah kondisi bernama malingering, yang merupakan kondisi kejiwaan dimana pasien berpura-pura sakit untuk meraih tujuan tertentu. Seringkali tujuan ini bersifat eksternal baik terkait fisik ataupun psikologis, seperti menghindari tuduhan kriminalitas,mendapatkan kompensasi finansial, maupun memperoleh obat-obatan untuk keperluan pribadi1. Menurut Panduan Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental, edisi ke- 5 (DSM-5), malingering tidak termasuk ke dalam penyakit kejiwaan. Hal ini dikarenakan malingering adalah suatu kondisi dimana pasien secara sengaja dan sadar memalsukan kondisi medis, sehingga tidak dipertimbangkan sebagai suatu gangguan jiwa1.
Kapan harus mencurigai malingering?
Tidak mudah untuk mendiagnosis pasien dengan kondisi ini, terlebih sebagai dokter penting untuk bersikap netral dan bebas dari prasangka kepada pasien. Menurut DSM-5, ada cara untuk dapat mencurigai kemungkinan adanya malingering, yaitu apabila ditemukan kombinasi beberapa hal berikut1:
- Presentasi medikolegal, misalnya pasien yang dirujuk oleh pengacara untuk mendapatkan kompensasi hukum dari cedera yang diderita.
- Adanya gangguan kepribadian antisosial.
- Perbedaan yang jauh dari keluhan yang dirasakan dan temuan objektif pada pemeriksaan.
- Kurangnya kerjasama dan kepatuhan pasien selama evaluasi.
Pasien dengan malingering dapat ditemukan dengan melakukan observasi langsung yang cukup lama hal ini dikarenakan sulit utuk mempertahankan keluhan yang dipalsukan oleh pasien secara konsistensi dalam waktu yang lama. Pasien juga tidak merasakan dengan langsung gejala yang dikeluhkan sehingga dengan pengetahuan yang terbatas, pasien dapat salah memberikan informasi kepada dokter. Misalnya, pasien yang memiliki keluhaan sindrom karpal tunnel, jika pasien tersebut adalah seseorang dengan malingering, maka dia tidak akan mampu untuk memprediksi efek yang sesungguhnya saat dilakukan pemeriksaan dengan ketukan. Seseorang dengan malingering mungkin dapat menirukan halusinasi dan delusi namun tidak dapat meniru gangguan pikiran formal. Mereka biasanya tidak dapat meniru afek tumpul, pikiran konkrit, atau gangguan interpersonal. Mereka sering berasumsi bahwa amnesia dan disorientasi adalah kondisi psikosis2.
PayTren – Teman Setia Bayar Bayar !
Pasien dengan malingering memiliki tujuan eksternal pribadi dari kepalsuan yang dibuatnya, sehingga penting untuk menyadari adanya keinginan terselubung dari pasien tersebut. Tujuan tersering pasien dengan malingering saat berada di UGD adalah mendapatkan obat dan tempat beristirahat, sedangkan saat di klinik, mereka akan mencari-cari kemungkinan kompensasi finansial dari kondisi yang dideritanya3. Sebagai tambahan, pasien dengan malingering hampir tidak pernah menerima apabila dirujuk ke psikiater atau spesialis lainnya, karena mereka tahu bahwa rujukan tersebut dapat membongkar kondisi yang sebenarnya. Namun, pada pasien dengan malingering dan memiliki gejala psikiatri tertentu, konsulatsi psikiatri dapat dianjurkan.
Tidak diperbolehkan bagi seorang dokter untuk menuduh seorang pasien telah memalsukan penyakit yang dideritanya. Jika hal ini dilakukan ada beberapa akibat yang dapat terjadi seperti: hancurnya hubungan dokter dan pasien, tuntutan hukum kepada dokter, dan terkadang juga tindak kekerasan. Sehingga, pendekatan yang dianjurkan pada pasien ini dilakukan secara tidak langsung dengan menyatakan bahwa temuan objektif pada pasien tidak memenuhi kriteria yang dibutuhkan untuk menetapkan suatu diagnosis klinis. Sebagai alternatif, dokter juga dapat menawarkan pasien untuk melakukan prosedur diagnostik yang invasif, sehingga pasien akan berpikir ulang untuk melanjutkan aksinya4-6.
The Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) dapat mendeteksi inkonsistensi atau pola respon atipikal yang sesuai dengan malingering. Skala F dan indeks F-K adalah indikator yang paling penting. Beberapa tes psikologis seperti tes memori malingering, skala manajemen impresi negatif, dan tes Rey-15 item adalah contoh dari beberapa tes yang telah divalidasi untuk mendeteksi malingering7,8. Dalam menegakkan diagnosis, penting untuk selalu menyadari adanya kemungkinan lain atau diagnosis banding yang perlu disingkirkan. Sebelum menegakkan malingering, ada beberapa kondisi yang dapat dipirikan seperti:
Gangguan konversi : kondisi gangguan fisik akibat dari faktor psikologi, termasuk diantaranya gejala atau defisit pada kemampuan motor volunter atau fungsi sensorik yang mengarah kepada kondisi neurologis atau kondisi klinis secara umum. Keluhan yang dirasakan pasien ini tentu saja tidak sesuai dengan pemeriksaan klinis yang dilakukan1.
Sindrom Munchausen : Kondisi dimana pasien mengasumsikan dirinya sebagai pasien dari penyakit tertentu dengan mengada-ada gejala atau tanda klinis, termasuk memberikan informasi yang salah. Pasien biasanya berpindah-pindah rumah sakit untuk memperoleh pengobatan1.
Hipokondriasis : Hipokondriasis ditandai oleh adanya keyakinan yang kuat oleh pasien akan terkena suatu penyakit tertentu. Biasanya pasien datang dengan suatu diagnosis dan meminta untuk pemeriksaan tertentu. Pasien dengan hipokondriasis akan berpindah-pindah dokter untuk mendapatkan yang dia inginkan1.
Daftar Pustaka
- American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition. Washington, DC: American Psychiatric Association; 2013)
- http://misc.medscape.com/pi/
iphone/medscapeapp/htm… - Purcell TB. The somatic patient. Emerg Med Clin North Am. Feb 1991;9(1):137-59. [View Abstract]
- Udell ET. Malingering behavior in private medical practice. Clin Podiatr Med Surg. Jan 1994;11(1):65-72. [View Abstract]
- Voiss DV. Occupational injury. Fact, fantasy, or fraud?. Neurol Clin. May 1995;13(2):431-46. [View Abstract]
- McDermott BE, Feldman MD. Malingering in the medical setting. Psychiatr Clin North Am. Dec 2007;30(4):645-62. [View Abstract]
- Anderson JM. Malingering: A constant challenge in disability arenas. J Controversial Med Claims. May 2008;15(2):1-9.
- Hegedish O, Kivilis N, Hoofien D. Preliminary Validation of a New Measure of Negative Response Bias: The Temporal Memory Sequence Test. Appl Neuropsychol Adult. Feb 4 2015;1-7. [View Abstract
Sumber : Journals Indonesia