Jakarta, CNN Indonesia — Jangan lama-lama bersedih saat Anda sedang patah hati. Menurut para ahli, kondisi patah hati atau sedih yang dialami seseorang lebih cepat mengantar dia pada kematian.
Melansir LiveScience, menurut asisten kepala psikiatri di Zucker Hillside Hospital New York, Scott Krakower, secara medis hal tersebut bisa dibenarkan. Artinya, dunia medis memang mengenal istilah sindrom patah hati.
“Sindrom patah hati dapat terjadi sebagai respons dari penyebab stres akut dalam kehidupan seseorang,” kata Krakower.
Krakower menjabarkan, kondisi stres bisa disebabkan oleh kepergian atau kematian seseorang yang amat dicintai. Selain itu, situasi menakutkan seperti kekerasan di rumah tangga atau perkelahian.
Menurut sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam JAMA Internal Medicine pada 2014, mengetahui atau menemukan seseorang yang dicinta atau pasangan meninggal dapat meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke dalam beberapa bulan setelahnya.
Para peneliti menemukan orang lansia yang kehilangan pasangan hidupnya dua kali berisiko mengalami serangan jantung atau stroke 30 hari setelah kematian sang pasangan dibandingkan orang yang tidak kehilangan.
Krakower menyatakan belum jelas frekuensi kejadian stroke akibat sindrom patah hati, namun ada beberapa kasus yang pernah tercatat.
“Namun, seseorang akan lebih mungkin terkena serangan jantung atau stroke pada masa setelah kematian seseorang yang dekat dengannya, entah secara spesifik berkaitan dengan sindrom patah hati atau tidak,” kata Krakower.
Krakower menambahkan, penting bagi orang yang ditinggal untuk dapat berduka dan mengungkapkan perasaan mereka, bukan menyimpan dalam diri. Bila merasa ada gejala fisik tertentu setelah kehilangan seseorang, maka harus segera periksa diri ke dokter.
Salah satu contoh nyatanya adalah saat Debbie Reynolds yang ditinggal anak kesayangannya, Carrie Fisher. Reynolds meninggal selang satu hari setelah meninggalnya Fisher. Kepergian Fisher menyisakan duka yang mendalam pada ibunya.
Larut dalam sedih ini membuat Reynolds akhirnya menyusul sang anak.
Hal ini terjadi juga pada kasus perampokan yang terjadi di Pulomas, dapat menjadi trauma bagi mereka yang ditinggalkan korban.
Menurut American Heart Association (AMA), sindrom patah hati ini juga dikenal sebagai stress-induced cardiomyopathy dan takotsubo cardiomyopathy. Sindrom ini dapat terjadi bahkan pada mereka yang sehat alias tidak memiliki riwayat penyakit kronis seperti jantung.
Sindrom ini muncul ketika sebagian otot jantung membesar sementara dan tidak dapat bekerja memompa darah dengan baik, namun bagian jantung yang lain bekerja dengan normal bahkan lebih keras.
Kondisi ini dapat memicu detak jantung yang tidak teratur atau jantung menjadi terlalu lemah sehingga darah tidak mengalir merata ke seluruh tubuh.
Menurut AHA, beberapa gejala sindrom patah hati ini dapat berupa nyeri dada dan sesak napas.
Gejala ini sama seperti serangan jantung. Namun pada sindrom patah hati, penderita tidak mengalami penyumbatan pembuluh darah atau kerusakan jantung.
“Penyebab secara pasti dari sindrom patah hati ini masih belum jelas. Namun para ilmuwan telah mengemukakan beberapa dugaan, termasuk berlebihnya kadar hormon stres dan kejang di arteri darah,” kata Krakower.
Sumber : CNNIndonesia