Penggunaan teknologi informasi digunakan untuk mempermudah dan mempersingkat jalur komunikasi antar satu orang yang satu dengan orang yang lain di seluruh dunia. Media sosial dan aplikasi pesan instan menjadi primadona dalam gaya hidup sosial manusia modern belakangan ini. Sebut saja facebook, twitter, instagram para raksasa jejaring sosial yang merajai jagad maya dengan total pengguna mencapai ratusan juta bahkan miliaran pengguna. Belum lagi adanya pergeseran model komunikasi perpesanan instan dari pesan singkat SMS menjadi pesan chatting yang mengandalkan akses internet memunculkan aplikasi semacam BBM, WhatsApp, Line, FB Messenger menjadi laris manis di kalangan masyarakat luas.
Hal serupa juga merangsang timbulnya banyak startup di berbagai bidang salah satunya bidang kesehatan bermunculan satu persatu. Sering kita jumpai iklan di televisi atau media online tentang keberadaan layanan konsultasi dokter online, penyedia jasa pengantar obat atau cek laboratorium.
Salah satu usaha rintisan atau startup kesehatan yang sedang berkembang adalah docquity. Platform ini agak berbeda dengan kompetitor lain di bidang kesehatan. Docquity adalah suatu media sosial berbasis mobile apps yang diperuntukan untuk para kalangan dokter profesional. Pendek kata docquity adalah media sosial bagi para dokter yang tergabung dalam induk organisasi profesi resmi seperti IDI (Ikatan Dokter Indonesia) di Indonesia.
Aplikasi besutan Indranil Roychowdury mengambil konsep jaringan tertutup seperti LinkedIn digabung fungsi perpesanan real-time ala WhatsApp. Dalam penggunaanya aplikasi ini memang dibuat sangat eksklusif diperuntukan bagi dokter yang tergabung dalam keanggotaan induk organisasi yang sudah bekerjasama dengan docquity.
Docquity memberikan tiga fitur utama yaitu CME online (memberikan informasi ilmiah kedokteran terbaru serta melakukan evaluasi diri), professional networks (memberikan ruang komunikasi antar dokter untuk mempererat hubungan kesejawatan dan berbagai informasi), dan telekonsultasi antar dokter (memberikan dukungan konsultasi jarak jauh hanya antar dokter).
Dalam menu CME, docquity telah bekerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia untuk menyediakan kursus jarak jauh melalui mobile apps yang memiliki poin SKP terakreditasi IDI. Dimana kita tahu bahwa seorang dokter memiliki kewajiban mendapatkan SKP sebagai syarat perpanjangan akreditasi Surat Tanda Registrasi (STR) dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan kemampuan medis setiap saat.
Keunggulan Docquity adalah aplikasi ini dapat tetap digunakan meski tidak ada jaringan internet yang terhubung ke perangkat elektronik. Sehingga anggota IDI yang beredar di daerah terpencil, pebatasan, dan kepulauan (DTPK) dapat tetap bisa membaca artikel-artikel ilmiah yang sebelumnya telah ter-download, untuk kemudian dapat juga mengikuti uji diri.
Saat ini docquity sudah tersedia di beberapa negara yakni Indonesia, Malaysia, Thailand, Philipina, India dengan lebih dari 10.000 diskusi kasus, lebih dari 1.000 grup spesialis dan 5 kursus terakreditasi setiap bulannya.
Docquity sendiri saat ini mengaku berhasil menarik sejumlah komunitas dokter pengguna WhatsApp untuk beralih ke aplikasi besutannya. Salah satunya adalah komunitas dokter di India yang berkembang hampir dua kali lipat, bahkan anggotanya tersebar sampai ke wilayah Asia Tenggara.
Selain itu, platform ini juga dapat mendukung promosi di bidang inovasi medis–salah satu yang terjadi di India. Indranil mengklaim India berhasil mengurangi biaya inovasi riset dari sisi prosedur 30 hingga 40 persen.
Unduh aplikasi Docquity sekarang juga.